Jakarta (CN) Delapan dari sembilan fraksi di DPR tegas menolak sistem pemilu proporsional tertutup atau coblos gambar partai. Mereka menolak sistem proporsional tertutup dengan berbagai alasan.
Untuk diketahui, gugatan terhadap sistem pemilu itu diajukan oleh enam pemohon. Mereka mendaftarkan pengujian materiil UU Nomor 7/2017 tentang pemilu sistem proporsional terbuka atau coblos caleg ke Mahkamah Konstitusi.
Mereka sekaligus meminta MK mengabulkan permohonan agar sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup atau coblos gambar partai.
Delapan fraksi di parlemen pun menolak tegas sistem pemilu coblos gambar partai. Delapan fraksi itu adalah Golkar, Gerindra, NasDem, PPP, PAN, PKB, Partai Demokrat, dan PKS.
Kesepakatan penolakan itu berujung aksi pertemuan ketum parpol. Pertemuan ini diinisiasi oleh Golkar dan digelar pada Minggu (8/1/2023) di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
Pertemuan itu menghasilkan lima sikap partai untuk menolak tegas proporsional tertutup. Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto memastikan delapan parpol tersebut akan terus mengawal sikap penolakan.
“Pada siang hari ini, kita delapan partai politik bersatu untuk kedaulatan rakyat. Tentu pertemuan ini bukan merupakan pertemuan pertama saja, namun tadi bersepakat bahwa pertemuan ini akan dilanjutkan secara berkala, untuk mengawal sikap partai politik ini,” ujar Airlangga.
Airlangga mengatakan, dari pembahasan pertemuan itu, ada lima pernyataan sikap yang dihasilkan. Dia menyebut delapan parpol parlemen menolak wacana sistem coblos partai pada Pemilu 2024.
“Sehubungan dengan wacana diberlakukan kembali sistem pemilu proporsional tertutup, dan telah dilakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi, kami partai politik menyatakan sikap,” ujarnya.
Berikut 5 pernyataan sikap 8 partai politik parlemen:
1. Kami menolak proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi. Sistem pemilu proporsional tertutup merupakan kemunduran bagi demokrasi kita. Di lain pihak, sistem pemilu proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat di mana dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan partai politik. Kami tidak ingin demokrasi mundur.
2. Sistem pemilu dengan proporsional terbuka merupakan pilihan yang tepat dan telah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008 yang sudah dijalankan dalam 3 (tiga) pemilu. Gugatan terhadap yurisprudensi akan menjadi preseden yang buruk dan tidak sejalan dengan asas ne bis in idem.
3. KPU agar tetap menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu dengan menjaga netralitas dan independensinya sesuai peraturan perundang-undangan.
4. Kami mengapresiasi pemerintah yang telah menganggarkan anggaran Pemilu 2024 serta kepada penyelenggara Pemilu, terutama KPU, agar tetap menjalankan tahapan-tahapan Pemilu 2024 yang telah disepakati bersama.
5. Kami berkomitmen untuk berkompetisi dalam Pemilu 2024 secara sehat dan damai dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa agar tetap memelihara stabilitas politik, keamanan, dan ekonomi.
Penolakan proporsional tertutup tidak hanya sampai di situ. Pada Rabu (11/2/2023), delapan parpol itu menggelar konferensi pers di DPR yang dipimpin oleh Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia.
Ketua Komisi II DPR Fraksi Golkar Ahmad Doli membacakan pernyataan sikap delapan parpol ini. Mereka menolak pemilu proporsional tertutup diterapkan pada Pemilu 2024.
Doli mengungkit putusan MK terkait sistem pemilu yang mengamanatkan pemilihan langsung pada 2008. Sejak itu, kata dia, rakyat dapat memilih orang yang mewakili mereka di legislatif secara langsung.
“Kita termasuk negara yang menganut sistem pemilihan langsung, terutama dalam pemilihan presiden dan kepala daerah juga dalam pemilihan legislatif, yang semuanya diangkut dalam undang-undang dasar 1945, itulah juga yang menjadi dasar saat mahkamah konstitusi mengeluarkan keputusan mahkamah konstitusi nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008,” kata Doli.
“Sejak itu rakyat diberi kesempatan untuk bisa mengenal, memilih, dan menetapkan wakil mereka secara langsung orang per orang, tidak lagi tertutup, tidak lagi menyerahkan sepenuhnya hanya ke melalui kewenangan partai politik semata, itulah kemajuan sekaligus karakteristik demokrasi kita Indonesia,” sambungnya.
Doli mengatakan rakyat sudah terbiasa berpartisipasi secara langsung dalam menentukan pilihannya. Dengan demikian, Doli berharap sistem pemilu terbuka atau mencoblos langsung nama calegnya, bukan gambar partai, harus dipertahankan.
“Rakyat kita pun juga sudah terbiasa berpartisipasi dengan cara demokrasi seperti itu. Oleh karena itu kemajuan demokrasi kita pada titik tersebut harus kita pertahankan dan malah harus kita kembangkan ke arah yang lebih maju dan jangan kita biarkan atau kembali mundur,” kata dia.
Berikut pernyataan yang dibacakan Doli mewakili 8 fraksi:
1. Bahwa kami akan terus mengawal pertumbuhan demokrasi Indonesia tetap ke arah yang lebih maju;
2. Kami meminta Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan keputusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada tanggal 23 Desember 2008 dengan mempertahankan Pasal 168 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia;
3. Mengingatkan KPU bekerja sesuai dengan amanat undang-undang, tetap independen, tidak mewakili kepentingan siapa pun kecuali kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.(dtk)