CORAKNEWS.COM, MEDAN – Debat publik Pilgub Sumut 2024 selesai. Usai debat terakhir pada Rabu (13/11/2004), Edy Rahmayadi mengingatkan semua pihak untuk tidak cawe-cawe, karena dapat merusak demokrasi.
Hal itu disampaikan Edy Rahmayadi usai debat publik di Tiara Convention Hall, Kota Medan. “Cawe-cawe itu perusak demokrasi, tidak ada referensi demokrasi cawe-cawe. Sulit diartikan, karena itu bahasa Jawa, artinya dikonotasikan negatif dalam demokrasi,” katanya.
Edy Rahmayadi juga sempat ditanya soal hasil debat, terutama saat isu Demokrasi, dan Kolusi Korupsi, Nepotisme (KKN). “Saya enggak pernah berlatih, dan apa yang saya ucapkan, itu yang saya lakukan,” sebutnya.
Sementara itu, Bobby Nasution sempat mengatakan Bank Sumut mengalami defisit, padahal Bank Sumut berhasil membukukan laba bersih Rp 740 miliar pada 2023, meningkat dari Rp 700,7 miliar pada 2022 dan Rp 613,5 miliar pada 2021.
Bahkan pada 2024, Bank Sumut berhasil meraih Top 5 BUMD Awards tahun 2024 yang digelar Majalah Top Business. Bobby Nasution juga sempat dicegah oleh moderator karena mencoba berbicara di saat sesi Cawagub Sumut yang seharusnya berbicara.
Momen canggung itu terjadi, lantaran Cawagub Sumut nomor urut 2, menanyakan perihal proyek lampu pocong di Kota Medan yang berkaitan dengan masalah perencanaan program pembangunan daerah.
9 PANELIS
Selain menetapkan tema, Komisioner KPU Sumut, Robby Effendi Hutagalung mengungkapkan, ada 9 panelis debat publik ketiga ini.
Meraka yakni yaitu Dr. Sarintan E. Damanik, M.Si, Dr. Walid Mustafa Sembing, M.Si, Dr. Faisal Marawa, Dr. Affila, S.H.
Kemudian, M.Hum, Dr. Halomoan Lubis, M.Pd, Dr. Aminudin Marpaung, Frien Jones Tambun, S.H., M.H, Muhammad Yusuf dan Dr. Zulkarnain Nasution, M.A.
SALING SERANG
Pada awal debat, Edy menjelaskan strateginya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) non-pajak jika terpilih kembali sebagai Gubernur Sumut.
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah mengoptimalkan peran koperasi serta BUMD seperti Bank Sumut. Cara ini diharapkan mampu meminimalisir cengkraman tengkulak dan membantu warga yang ingin mengembangkan usaha.
Ia beralasan, APBD Sumut senilai Rp13,5 triliun dianggap tidak sanggup memenuhi seluruh kebutuhan penduduk Sumut yang mencapai 16 juta jiwa.
“Yang pasti perlu pimpinan yang bersih, pimpinan yang bisa dipercaya oleh rakyatnya,” kata Edy.
Gagasan Edy tentang cara meningkatkan PAD non-pajak ditanggapi Bobby dengan menyindir pelayanan PDAM Tirtanadi yang merupakan salah satu BUMD Sumut. Bobby mengeklaim pelayanan perusahaan tersebut masih buruk.
“Hari ini yang dirasakan masyarakat Kota Medan airnya kadang hidup, kadang tidak. Atau hidup tapi warnanya cokelat,” kata Bobby.
PDAM Tirtanadi, lanjut Bobby, kini melayani kebutuhan air bersih untuk 80% warga Kota Medan. Meski pelayanannya belum maksimal, pria yang juga Wali Kota Medan ini menyebut pelanggan tetap dipungut biaya per bulan.
Jika terpilih sebagai Gubernur Sumut, Bobby berjanji akan memastikan setiap BUMD dikelola dengan baik. Ia berjanji akan membawa Bank Sumut go public dan melakukan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO). Ia juga berjanji mengoptimalkan BUMD yang bergerak dalam sektor perkebunan.
“Kami janji ke depan tidak akan defisit dan akan benar-benar ditanam sawit ke depan, bukan tanaman yang lain,” kata Bobby.
Sindiran Bobby tentang PDAM Tirtanadi dijawab Edy dengan klaim pelayanan BUMD tersebut membaik selama menjabat sebagai Gubernur Sumut. Dulu, kata Edy, PDAM Tirtanadi mengalami defisit suplai air sebanyak 224.000 liter air per detik. Namun setelah ia menjabat, kekurangannya tinggal 17.000 kubik liter per detik.
“Lima tahun kami kelola. Memang belum sempurna, walaupun belum bisa menjawab kebutuhan rakyat, tapi berangsur itu akan menjadi baik,” kata Edy.
Edy pun mengomentari tanggapan Bobby tentang Bank Sumut. Menurut purnawirawan TNi ini, bank tersebut tidak pernah defisit selama ia menjabat gubernur.
“Bank Sumut berjalan dengan baik, Bank Sumut bisa diandalkan dan tinggal nanti kami arahkan,” katanya.
Aksi saling sindir kembali berlangsung saat kedua pasangan calon beradu gagasan tentang strategi mewujudkan sinergitas pembangunan dari tingkat nasional ke daerah. Kali ini, Edy yang menyindir Bobby.
Mulanya, Bobby mengatakan, program pembangunan harus dimulai dengan perencanaan yang baik. Ia pun berjanji akan memastikan setiap perencanaan di Sumut sesuai dengan pemerintah pusat. Ia mencontohkan perencanaan pelaksanaan program green energy, green economy dan blue economy. “Harus bisa dibawa ke Provinsi Sumut,” katanya.
Bobby juga berjanji akan menuntaskan target-target program pemerintah pusat tepat waktu seperti pengentasan kemiskinan ekstrem pada 2026. Setelah punya perencanaan baik, kata Bobby, maka pendanaan harus dikucurkan untuk mengeksekusi program.
“Jangan uangnya dipakai untuk kegiatan-kegiatan yang tidak ada manfaatnya untuk masyarakat Sumut,” katanya.
Menanggapi pernyataan Bobby, Edy membalas dengan sindiran. Awalnya, ia menjelaskan bahwa program di daerah tidak boleh bertentangan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
“Jadi jangan langsung membuat green energy dan lainnya, keluarkah dia dari RPJMN?” katanya.
Edy kemudian menyindir janji Bobby untuk berkolaborasi dengan anggota DPR dan DPD.
“Kenyataannya, saat wali kota saja itu langsung ke menteri, tidak ke DPR,” kata Edy.
Menurut Edy, bupati dan wali kota tidak boleh langsung berkoordinasi dengan menteri tanpa melalui gubernur. Sebab gubernur, kata dia, merupakan perwakilan pemerintah pusat di provinsi.
“Tidak ada urusan kepala daerah, bupati dan wali kota langsung ke menteri, yang ada adalah gubernur,” kata Edy.
Bobby lantas menjawab tanggapan Edy dengan permintaan maaf sebelum balik melontarkan sindiran.
“Mohon maaf kalau begitu, Pak, kalau saya melangkahi Pak Edy sebagai gubernur. Tapi mohon maaf sekali lagi, seingat saya Bapak juga pernah minta tolong saya ketemu menteri sewaktu saya jadi wali kota,” balas Bobby.
Tak Cuma Cagub, Cawagub Ikut Saling Serang
Aksi saling sndir tidak hanya dilakukan Bobby dan Edy, Surya dan Hasan juga saling serang di debat ketiga Pilkada Sumut. Kedua calon wakil gubernur ini saling serang saat membahas langkah konkret setiap pasangan calon dalam memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Surya, yang merupakan wakil Bobby Nasution, menyebut lembaga pemerintah wajib bersih jika ingin memberantas KKN. Ia menawarkan penerapan konsep merit system dan menghilangkan praktik suap, gratifikasi, jual-beli jabatan dan melakukan transparansi anggaran.
Selain itu, Surya mengaku akan melanjutkan sistem berbasis elektronik untuk pengadaan barang dan jasa, penguatan PPID serta APIP, pendampingan aparat penegak hukum dan peningkatan partisipasi masyarakat.
“Pencegahan ini harus lebih dikuatkan,” kata Surya.
Gagasan Surya disambut sindiran Hasan mengenai kegagalan sejumlah proyek di Medan selama Bobby menjabat wali kota. Ia mengungkit soal proyek lampu penerangan jalan di Kota Medan yang gagal dan akhirnya populer disebut “Lampu Pocong”.
“Bagaimana ujung cerita ‘Lampu Pocong’ di Medan itu bagaimana, Pak?” tanya Hasan.
Hasan sepakat dengan gagasan Bobby bahwa setiap program pembangunan mesti melalui perencanaan yang baik. Namun, kata Hasan, komentar itu kontradiktif bila dibandingkan dengan persoalan “Lampu Pocong”.
“Pertanyaannya, apakah pelaksanaan program ‘Lampu Pocong’ itu dilaksanakan dengan perencanaan yang baik? No. Jelas,” kata Hasan.
Hasan pun membandingkan Bobby dengan pendampingnya, Edy Rahmayadi. Edy tidak pernah dipanggil aparat penegak hukum selama menjabat Gubernur Sumut. Ia kemudian menyinggung soal skandal private jet yang menyeret nama Bobby beserta iparnya.
“Masyarakat pasti tahu di mana ada private jet di situ ada gratifikasi. Karena itu, Pak, jangan bohongi rakyat. Jangan tipu rakyat, jangan bodohi rakyat. Tunjukkan bahwa pemimpin itu perlu keteladanan. Pemimpin itu perlu moral,” kata Hasan.
Serangan bertubi-tubi dari Hasan dijawab Surya dengan klaim bahwa dirinya juga tidak pernah dipanggil aparat penegak hukum selama menjabat Bupati Asahan. Ia juga mengeklaim tidak pernah melakukan jual-beli jabatan.
“Saya selama memimpin Kabupaten Asahan, pejabatnya belum pernah dipanggil aparat penegak hukum. Di provinsi sudah,” kata Surya.
Surya berniat memberi kesempatan Bobby untuk menjawab pertanyaan Hasan soal proyek “Lampu Pocong”. Namun saat hendak berkomentar, moderator menegur Bobby. Sebab sesi debat saat itu hanya berlaku untuk calon wakil.
Surya pun ikut agresif saat Hasan mendapat sesi berbicara. Saat debat membahas perlindungan dan pelestarian cagar budaya, Hasan mengeklaim situs-situs bersejarah di Sumut terjaga utuh saat Edy menjabat gubernur.
“Sebagai bukti konkretnya, sampai hari ini semua fasilitas-fasilitas budaya tadi, semua peninggalan-peninggalan apa yang disampaikan tadi tetap terjaga, terpelihara, anggarannya diberikan secara maksimal, diberikan perlindungan dan juga edukasi bagi masyarakat, terutama dunia pendidikan,” kata Hasan.
Klaim Hasan langsung dibantah Surya. Menurutnya, terdapat satu situs bersejarah yang rusak selama Edy menjabat Gubernur Sumut. Ia menyinggung status Benteng Putri Hijau di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang yang rusak.
Surya menyayangkan kerusakan benteng tersebut karena benteng itu erat dengan Kerajaan Aru yang lekat dengan Suku Karo. Sekarang, kata Surya, kondisinya sudah rusak dan dirampas oleh orang tak bertanggung jawab.
“Pak Edy, saya sebetulnya sayang sama Pak Edy. Pada zaman Pak Edy itu yang saya lihat bahwa nama bapak dibawa-bawa dalam masalah kerusakan ini. Mungkin Pak Hasan Basri bisa mengklarifikasi ini,” kata Surya.
Hasan membantah komentar Surya.
Menurutnya, Benteng Putri Hijau tidak rusak apalagi dirampas melainkan dipugar untuk dijadikan objek wisata. Biaya perbaikannya, kata Hasan, masuk dalam anggaran daerah.
“Jadi tolong bapak kunjungi ke sana sekali lagi. Datang dan saksikan, jangan hanya bapak mendengar,” kata Hasan yang kemudian balik menyerang rival.
“Yang kita sesalkan adalah banyak proyek pembangunan di Kota Medan yang dibongkar dan dirusak. Kita lihat sekarang ini banyak yang mangkrak,” kata Hasan.
Debat ketiga Pilkada Sumut semakin panas ketika membahas optimalisasi sumber pendanaan.
Kali ini, Edy menyerang Bobby dengan mengungkit ujaran Bobby, yang juga menantu Presiden ke-7, Joko Widodo itu, bertemu menteri dengan kapasitas sebagai wali kota tanpa sepengetahuannya yang menjabat sebagai gubernur.
Edy membantah pernah minta tolong kepada Bobby untuk menghubungkan dirinya dengan menteri. Sebab, kata dia, gubernur merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat.
“Jadi kalau dari pusat ke perwakilan deerah, bukan minta tolong namanya, tetapi agar dilakukan di daerah tempat Anda bekerja,” kata Edy.
Mendengar Edy kembali mengungkit, Bobby pun meminta maaf.
“Pak Edy mohon maaf kalau tadi agak tersinggung masalah Bapak minta tolong saya tadi tidak apa-apa, Pak. Mohon maaf sekali lagi,” katanya.
Bobby melancarkan serangan balik dengan menuding Edy melakukan diskriminasi dalam pendistribusian keuangan daerah dari pusat. Dana-dana ini, kata Bobby, kerap dipakai sebagai alat politik.
“Nanti di daerah, mohon maaf, misalnya kemarin di 2018 ada daerah yang bapak (Edy) belum sempat menang di kabupaten dan kota itu, uangnya sedikit bapak transfer ke sana. Ini yang sering terjadi, kami dapat keluhan seperti itu,” kata Bobby.
Edy membantah tudingan Bobby. Pria yang juga pernah menjadi Ketua Umum PSSI ini menegaskan, sistem pendistribusian berawal dari usulan kabupaten dan kota. Dana yang disalurkan juga disesuaikan dengan program yang diajukan.
“Kota Medan dan Kabupaten Asahan selalu terlambat untuk hal itu. Ini yang menjadi persoalan,” kata Edy dan lanjut meminta Bobby memahami mekanisme pendistribusian dana dari pemerintah pusat ke daerah.
“Banyak-banyak belajar daripada kita berbicara. Jangan disangkut-pautkan dengan politik,” kata Edy.
Mendengar bantahan itu, Bobby pun membeberkan kebiasaan Edy yang diduga kerap mengungkit-ungkit daerah tempat ia kalah suara pada Pilgub Sumut 2024.
“Pada saat Bapak jadi gubernur, kami ini wali kota dan bupati bapak. Sering ikut rapat bersama bapak. Sering juga kadang-kadang kami diabsen, ‘Oh ini bupati di tempat kamu dulu saya kalah loh,’ itu yang bapak sampaikan, ‘Wali kota, di tempat kamu saya kalah’,” kata Bobby.
Bahas Pemekaran Daerah demi Dapat Suara
Setelah sempat diwarnai protes soal penggunaan singkatan, perdebatan panas Bobby-Surya dan Edy-Hasan belanjut saat membahas pemekaran daerah. Awalnya, Hasan berjanji akan mendorong pemekaran Provinsi Nias dan Provinsi Tapanuli. Pemekaran ini bertujuan untuk memeratakan pembangunan.
“Kami sangat mendorong ke depan nanti pemekaran di Sumut bisa dilakukan dan dilaksanakan,” kata Hasan.
“Sedihnya, 10 tahun ini pemerintah pusat melakukan moratorium pemekaran yang ada di Indonesia dan inilah adalah sumber pemerataan tidak terlaksana di Sumut,” sambungnya.
Surya sepakat dengan gagasan Hasan soal pemekaran daerah. Akan tetapi, hal itu mesti mengacu pada aturan yang berlaku. Jawaban Surya kemudian disambung Bobby.
Bobby meminta agar isu pemekaran ini tidak dijadikan alat politik untuk meraup suara.
“Karena mau meraih suara. Seperti di Nias yang Bapak bilang tadi, gara-gara mungkin belum pernah disentuh selama lima tahun yang lalu, biar dapat suara di sana, ‘Sudahlah, isu mekar di sana biar dapat suara’. Tidak boleh, Pak,” kata Bobby.
Lebih lanjut, Bobby sepakat jika Nias mekar dari Sumut. Akan tetapi, jangan sampai alasan daerah tersebut mekar akibat selalu diabaikan.
“Jangan mekar karena tidak diperhatikan. Itu tidak baik,” kata Bobby.
Hasan balik membantah perkataan Bobby. Ia menyangkal menjadikan isu pemekaran Kepulauan Nias sebagai siasat untuk meraup suara pada Pilgub Sumut 2024.
“Saya tidak pernah mengatakan ini sebagai isu politik kami. Tidak. Yang saya katakan adalah demi keadilan pembangunan,” kata Hasan.
Serangan soal Cawe-Cawe dan Penggunaan Aparat untuk Menangkan Pilkada Perdebatan panas terus terjadi di penghujung debat.
Kali ini, Hasan melontar tudingan tentang praktik cawe-cawe aparat negara untuk memenangkan pasangan calon tertentu.
“Mereka seharusnya kalau mau cawe-cawe jadi tim sukses saja,” kata Hasan.
Surya membantah mereka memakai tangan aparat untuk memenangkan Pilgub Sumut 2024. Ia pun meminta Hasan agar tidak berburuk sangka.
“Cawe-cawe ini istilah apa? Tidak ada itu, Pak. Bapak yang notabene dasar pemikirannya paham keagamaan, Bapak jangan terlalu berburuk sangka,” kata Surya.
Serangan Hasan dibalas Bobby. Ia mengaku pernah didatangi oknum kepala kantor agama yang sambil menangis mengaku dipaksa untuk memenangkan calon tertentu.
“Karena diminta memenangkan salah satu pasangan calon yang memang katanya ditugaskan dari Kementerian Agama,” kata Bobby.
Menurut Hasan, apa yang disebut Bobby masih simpang-siur karena tidak ada bukti video. Sedangkan video tentang intimidasi kepada kepala desa di Kabupaten Tapanuli Selatan untuk memenangkan pasangan calon tertentu sudah beredar luas di masyarakat.
“Kalau Pak Bobby mengatakan kepada saya tadi itu belum terbukti, belum ada videonya,” kata Hasan.
Jawaban Hasan kembali mendapat komentar Surya. Ia kembali meyakinkan bahwa timnya sama sekali tidak menggunakan tangan-tangan aparat untuk membantu mereka memenangi Pilgub Sumut 2024.
“Itu tidak ada dari pasangan Bobby-Surya,” kata dia. “Kalau memang ada aparat yang memilih kami, apa kami harus larang? Yang penting dia bukan yang kami kondisikan,” sambungnya.(R2)