Jakarta, Coraknews – Pemerintah menerbitkan aturan baru yang memuat pemberian ruang bagi organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola usaha Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Dalam aturan tersebut, ormas keagamaan mendapatkan prioritas apabila mengajukan diri untuk mengelola WIUPK. Meski demikian, penawaran pengelolaan tambang tersebut rupanya tak disambut baik oleh ormas keagamaan. Alih-alih mengajukan diri, sederet ormas keagamaan justru menolak izin tambang tersebut.
Sejauh ini ormas keagamaan yang telah mengajukan izin usaha pertambangan hanya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Berikut daftar ormas keagamaan yang menolak pemberian izin kelola tambang dari pemerintah:
1. KWI Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menyatakan penolakannya dalam keterlibatan izin tambang yang ditawarkan oleh pemerintah.
Hal tersebut diungkapkan oleh Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo. “Saya tidak tahu kalau ormas-ormas yang lain ya, tetapi di KWI tidak akan menggunakan kesempatan itu karena bukan wilayah kami untuk mencari tambang dan lainnya,” tutur Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo, Jumat (7/6/2024).
Menurut dia, KWI memiliki tugas untuk memberikan pelayanan agama dan tidak termasuk kelompok yang dapat menjalankan usaha tambang.
Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migrant, dan Perantau serta Keutuhan Ciptaan KWI, Marthen Jenarut juga menegaskan bahwa KWI tidak akan berpartisipasi dalam kegiatan izin tambang tersebut.
“Gereja Katolik selalu mendorong supaya tata kelola pembangunan taat asas pada prinsip pembangunan berkelanjutan, di mana pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup,” ujarnya, terpisah.
“Karena itu KWI sepertinya tidak berminat untuk mengambil tawaran tersebut,” tegas Marthen. Ia juga menegaskan, KWI akan bersikap tegak lurus dan konsisten sebagai lembaga keagamaan yang melakukan pewartaan dan pelayanan demi terwujudnya tata kehidupan bersama bersama yang bermartabat.
2. PMKRI Selain KWI, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) turut menyatakan penolakannya terhadap izin usaha pertambangan. Ketua Presidium PP PMKRI Tri Natalia Urada mengatakan bahwa tidak ada pembicaraan antara PMKRI dengan pemerintah terkait penawaran pengelolaan tambang. ”Kalaupun ada penawaran, PMKRI pasti menolak,” kata dia.
Natalia menjelaskan, pihaknya menolak tawaran tersebut lantaran untuk menjaga independensi serta menghindari sejumlah risiko.
Beberapa risiko tersebut seperti potensi konflik agraria dengan masyarakat atau ketimpangan sosial yang semakin tajam. Tak hanya itu, menurut dia, pertambangan Indonesia banyak menimbulkan kerusakan lingkungan.
Adapun jika PMKRI terlibat dalam pertambangan, hal itu bertentangan dengan tujuan PMKRI dalam menjaga kedaulatan lingkungan.
3. HKBP Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) menegaskan, pihaknya tidak akan terlibat dalam izin tambang yang dari pemerintah. HKBP juga menyerukan agar pemerintah bertindak tegas terhadap para penambang, yang dalam pelaksanaan tugasnya, tidak tunduk pada undang-undang terkait pertambangan yang ramah lingkungan.
“Bersama ini dengan kerendahan hati menyatakan bahwa HKBP tidak akan melibatkan dirinya sebagai Gereja untuk bertambang,” ujar Ephorus HKBP, Robinson Butarbutar dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/6/2024).
HKBP menegaskan, sebagai gereja Protestan, berdasarkan isi Konfesi HKBP tahun 1996 yang diputuskan berdasarkan hasil pergumulannya tentang tugas HKBP ikut bertanggungjawab menjaga lingkungan hidup yang telah dieksploitasi umat manusia untuk atas nama pembangunan.
Dia mengatakan, salah satu cara mengatasi masalah lingkungan itu adalah dengan pengembangan teknologi ramah lingkungan seperti, energi matahari, energi angin, dan lainnya.
4. PGI Ketua Umum PGI Pendeta Gomar Gultom mengapresiasi niat baik Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memberikan izin usaha pertambangan kepada ormas keagamaan. Menurutnya, perizinan tersebut sebagai komitmen presiden untuk melibatkan masyarakat dalam mengelola kekayaan Indonesia, sekaligus sebagai bentuk pengakuan dan penghargaan presiden kepada lembaga keagamaan.
Kendati demikian, pihaknya tidak bersedia untuk bergabung dalam izin pertambangan tersebut. “Namun demikian, PGI tidak menyediakan diri untuk ikut dalam pengelolaan tambang,” ungkapnya.
Pasalnya, sejak awal ia mengingatkan bahwa lembaga keagamaan mempunyai keterbatasan dalam hal tersebut. Selain itu, Gomar juga mengimbau agar lembaga keagamaan bisa fokus pada pembinaan umat.
Meski demikian, ia tetap menghormati keputusan ormas keagamaan yang akan memanfaatkan peluang yang ditawarkan pemerintah tersebut.
5. Muhammadiyah Sementara itu, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menegaskan, pihaknya tak mau tergesa-gesa dalam menyikapi kebijakan tersebut. Ketua PP Muhammadiyah Saad Ibrahim mengatakan, persoalan izin usaha tambang yang ditawarkan pemerintah tersebut merupakan suatu hal yang baru.
“Karena ini persoalan yang krusial dan persoalan yang baru bagi Muhammadiyah. Tentu Muhammadiyah tidak ingin tergesa gesa dalam konteks ini,” kata Ibrahim, Rabu (5/6/2024).
Meski demikian, ia memastikan bahwa PP Muhammadiyah tidak akan asal menerima tawaran pemerintah untuk mengelola usaha pertambangan.
Pihaknya akan terlebih dahulu melihat sisi positif dan negatif tawaran tersebut. Selain itu, mereka juga akan mengukur kemampuan sumber daya yang dimiliki sebelum memutuskan akan menerima atau ikut menolak seperti ormas keagamaan lainnya.
“Ini tentu akan kami godok lebih dulu secara baik dan sebagainya. Kami bicara soal segi positif segi negatif, kemudian juga kemampuan dalam bidang itu. Saya kira ini masih akan kami bahas,” ungkap Ibrahim.
Meski begitu, Ibrahim mengungkapkan bahwa sampai saat ini Muhammadiyah belum mendapatkan tawaran apa pun dari pemerintah, terkait izin pengelolaan usaha tambang. (kps)