Hukrim  

Ini Penjelasan Praktisi Hukum Daniel Simbolon SH Terkait Hak Jawab Maupun Hak Koreksi Dalam Pemberitaan Pers

Medan (CN) Dewasa ini banyak kasus ditengah insan Pers, baik itu pekerja Pers skala Nasional maupun yang ada di daerah. Pasal yang membayang – bayangi pekerja Pers itu sendiri kerab dibenturkan dengan Pasal UU ITE.

Menanggapi hal ini, Praktisi Hukum Kota Medan Daniel Simbolon SH memberikan pencerahan sekaligus pemahaman hukum mengenai pekerja Pers/Wartawan.

Aspek hukum pencemaran nama baik melalui Media Sosial (Medsos) menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.

Daniel Simbolon SH menerangkan bahwa Kemerdekaan menyatakan pikiran dan kebebasan berpendapat serta hak memperoleh informasi melalui penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi ditujukan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta memberikan rasa aman keadilan dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggaraan sistem elektronik.

Dalam UU ITE nomor 11 tahun 2008, penghinaan/pencemaran nama baik merupakan delik biasa sehingga dapat diproses secara hukum sekalipun tidak adanya pengaduan dari korban namun dengan mengacu pada KUHP sebagaimana dimaksud dalam UU ITE nomor 19 tahun 2016 maka delik tersebut berubah manjadi delik aduan (klacht delicht) yang mengharuskan korban membuat pengaduan secara langsung kepada pihak yang berwajib.

Tambahnya, muatan norma penjelasan pasal 27 UU ITE nomor 19 tahun 2016 secara tidak langsung mengadopsi pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/ PUU-VI/ 2008 Jo Putusan MK Nomor 2/ PUU-VII/ 2009.

Dalam pelaksanaannya pada pasal 27 ayat (3) UU ITE menimbulkan multitafsir dan kontroversi dimasyarakat sehingga diterbitkanlah Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung dan Kapolri Nomor 229, 154 KB/ 2/ VI/ 2021 tentang Pedoman Implemantasi atas Pasal tertentu dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE yang dalam lampirannya antara lain :

1. Jika muatan yang ditransmisikan, didistribusikan dan / atau dibuat dapat diakses tersebut berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi dan atau sebuah kenyataan maka bukan delik pidana berkaitan dengan pasal 27 ayat (3) UU ITE.

2. Dalam hal fakta yang dituduhkan merupakan perbuatan yang sedang dalam proses hukum maka fakta tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya sebelum aparat penegak hukum memproses pengaduan atas delik penghinaan dan / atau pencemaran nama baik dalam UU ITE.

3. Delik Pidana pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Delik Aduan Absolut sehingga harus korban sendiri yang mengadukan kepada aparat penegak hukum kecuali dalam hal korban masih dibawah umur atau dalam perwalian, korban sebagai pelapor harus merupakan orang perseorangan dengan identitas spesifik bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka seseorang yang mentransmisikan, mendistribusikan atau membuat dapat diaksesnya muatan yang berupa pendapat, hasil evaluasi, atau sebuah kenyataan ( Fakta ) tidak dapat dipidana atas pelanggaran pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Lantas bagaimana jika seseorang yang dilaporkan berprofesi sebagai Pers? dalam dunia Jurnalistik sudah jelas mengatur tentang kinerja seorang Wartawan. Mulai dari payung hukumnya yang di atur di UU Pers No 40 Tahun 1999 beserta Kode Etik Pers.

Nah, Daniel Simbolon menjelaskan dalam hal ini bahwa pekerja Pers tidak dapat ujug – ujug dilaporkan tentang pencemaran nama baik.

Daniel Simbolon SH menjelaskan bahwa Pers yang berbadan hukum dan bekerja di Perusahan Media Pers ada langkah yang diatur sebagaimana yang termuat dalam UU Pers No 40 itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 5 ayat (2) dan (3) UU No. 40/1999 mewajibkan pers melayani Hak Jawab dan hak koreksi ketika terdapat suatu kekeliruan dalam pemberitaan.

Begitu juga dengan publikasi yang disampaikan oleh pihak Pers dalam memuat pemberitaan di media elektronik tak jarang mendapat perlakuan diskriminasi ataupun kriminalisasi oleh pihak – pihak yang merasa terganggu kepentingannya akibat pemberitaan yang ada sehingga membuat pengaduan ke pihak berwajib.

Hal tersebut adalah suatu resiko dari sebuah pekerjaan yang dijalaninya tetapi kita tidak boleh lupa bahwa PERS juga telah dilindungi oleh Undang – Undang dalam menjalankan profesinya yaitu yang tertuang dalam Undang-Undang No 40 tahun 1999 tentang Pers.

Undang – Undang tersebut adalah sebagai payung hukum buat Pers dalam menjalankan kebebasan dalam membuat pemberitaan sesuai informasi dari narasumber dan fakta-fakta yang didapat ataupun ditemukan olehnya yang tetap berpedoman pada Kode Etik Pers.

Selain daripada itu Pers juga telah membuat Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 03/ DP/ MoU/ III/ 2022, Nomor NK/ 4/ III/ 2022 tentang Koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan Pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan Profesi Wartawan.

Sehingga dengan demikian, marilah kita secara bijak menyikapi dan memahami dengan benar penerapan hukum dalam Undang Undang ITE agar tidak terjadi multitafsir pemahaman ditengah-tengah masyarakat tutupnya. (Rel).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *