Gawat….! Nasabah Bisa Terjerat 40 Pinjol dalam Sepekan

Jakarta (CN) Mendapatkan dana darurat kini bisa dilakukan dengan mudah lewat financial technology (fintech) berbasis peer-to-peer (P2P) lending alias pinjaman online (pinjol). Bahkan ada kasus di mana seorang nasabah nekat terjerat 40 pinjol dalam kurun waktu sepekan.

Namun, kemudahan itu ternyata bisa jadi jebakan tersembunyi. Karena mudah untuk diakses, seringkali masyarakat malah meminjam di luar batas kemampuan akan tidak bisa mengembalikan dan terlilit utang dalam jumlah besar.

Hal ini seperti yang pernah disampaikan oleh Anggota Dewan Komisioner Bidang Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tirta Segara.

“Bahkan kami menemukan beberapa kasus, seorang konsumen meminjam lebih dari 40 fintech dalam 1 minggu, ini kurang bijak, dan ini di luar kemampuannya,” ungkap Tirta dalam webinar Infobank, Selasa (13/4/2021) silam.

Hal ini tentu bisa jadi sangat membahayakan kondisi keuangan korban. Belum lagi dengan potensi berhadapan dengan debt collector atau fintech/pinjol tempat kita meminjam ternyata ilegal.

Di luar kemudahannya dalam memberikan pinjaman yang membuat masyarakat banyak tergiur, sejumlah pinjol juga melakukan beberapa modus agar masyarakat terjerat dalam utang yang mereka berikan.

Jadi kira-kira bagaimana sih cara kita agar dapat terhindar dari jerat utang pinjaman pinjol? Melansir dari situs Telkomsel, berikut modus-modus penipuan dan kecurangan yang sering dilakukan pinjol ilegal:

1. Penawaran Melalui SMS/WhatsApp

Sekarang ini banyak pengembang aplikasi pinjol ilegal yang mengirimkan SMS atau pesan WhatAapp yang mengiklankan platform pinjaman online dalam jumlah besar tanpa syarat.

Bila mendapatkan pesan seperti ini, kamu jangan sampai tergiur begitu aja hingga terjebak dalam permainan oknum tak bertanggung jawab.

Sebab, sebenarnya perusahaan fintech yang kredibel tak diperbolehkan menawarkan produk keuangannya tanpa seizin pengguna melalui perangkat komunikasi pribadi.

2. Mereplikasi Nama Pinjol Legal

Kamu perlu mencermati baik-baik iklan penawaran produk fintech jika terasa nggak masuk akal, walaupun dengan nama perusahaan yang terkenal. Ini karena, penyedia pinjol ilegal dapat mereplikasi nama fintech lending legal, termasuk memuat logo OJK untuk memancing korban.

Pembedanya biasanya hampir nggak terlihat, seperti beda satu huruf aja, beda spasi, atau beda huruf besar dan kecil. Jadi sebelum melakukan pinjaman, perhatikan kembali bahwa aplikasi yang kamu gunakan merupakan pinjol resmi.

3. Langsung Transfer ke Rekening Korban
Jangan senang dulu kalau tiba-tiba dapat transferan ke rekening kamu tanpa tahu dari siapa. Bisa jadi ini adalah salah satu modus pinjol abal-abal agar dapat menagih cicilan dana plus bunga atau denda ketika ada keterlambatan.

4. Pharming HP Korban
Oknum pinjol ilegal melakukan pharming dengan mengarahkan korban untuk mengeklik website palsu dengan tujuan mencuri data pribadi, nomor akun, informasi keuangan, termasuk username dan sandi.

Website-website yang sering dipalsukan adalah bank, online shop, dan sejenisnya, di mana korban biasanya sering memasukkan informasi sensitif di atas.

Sebenarnya jika dicermati lebih teliti, website-website palsu ini nggak sulit kamu kenali karena menggunakan domain yang berbeda dari aslinya. Selain itu biasanya websitenya pun nggak sama persis dengan situs aslinya.

5. Mendapat Tagihan Palsu
Modus yang satu ini juga cukup marak terjadi beberapa waktu belakangan. Metodenya adalah korban tiba-tiba mendapat telepon dari nomor nggak dikenal atas nama perusahaan fintech resmi yang menagih pembayaran pinjaman.

Selain telepon, tagihan palsu ini juga bisa melalui SMS atau pesan WhatsApp. Jangan panik dulu kalau ini terjadi pada kamu, karena oknum yang berniat mengambil keuntungan ini lihai memanfaatkan kondisi demikian.

Alhasil si korban bersedia transfer sesuai jumlah yang diminta oknum yang bersangkutan.

6. Social Engineering
Tujuan modus social engineering sama dengan pharming yaitu untuk mendapatkan data-data pribadi korban, termasuk akun mobile banking, kata sandi, dan one time password (OTP) e-wallet atau platform keuangan digital lain.

Namun alih-alih menggunakan website palsu, oknum bertindak dengan memanipulasi pikiran korban, lho. Contohnya, menelpon korban di jam sibuk dan mengaku sebagai pihak berwenang yang membutuhkan data-data pribadinya.

Aktivitas human hacking ini kerap berlangsung ketika korban sedang nggak fokus, misalnya ketika sedang bekerja, sehingga tanpa berpikir panjang langsung memberikan informasi berharganya.(dtk)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *