Hukrim  

Bentuk Keseriusan Polda Sumut, AKBP Achiruddin Hasibuan Di PTDH

Medan (CN) Kapolda Sumut, Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak, menegaskan AKBP Achiruddin Hasibuan melanggar tiga kode etik Polri dan telah selesai dilaksanakan persidangan.

AKBP Achiruddin mendapatkan sanksi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau dipecat dari institusi Polri karena melanggar tiga kode etik Polri.

Pada pelanggaran pertama, AKBP Achiruddi seharusnya tidak melakukan pembiaran terhadap anaknya melakukan pemberiarn melakukan aniaya terhadap Ken Admiral.

Kedua, melanggar kode etik Polri dengan dipersangkakan Pasal 5, 8, 12 dan 14 dari Perpol Nomor 7 Tahun tentang kepribadian, etika kelembagaan, dan etika kemasyarakatan. Ketiga, sebagai anggota Polri yang tidak sepantasnya membiarkan kejadian itu ada di depan matanya.

“Ketiga etika itu terbukti dilanggar dan terfaktakan. Sehingga majelis komisi kode etik memutuskan kepada saudara AKBPAH untuk dilakukan PTDH,” tegasnya, Selasa (2/5) malam.

Panca mengungkapkan, langkah ini dilakukan sebagai bentuk keseriuan Polda Sumut terhadap anggota Polri yang melanggar kode etik maupun pidana.

“Itu sebagai bentuk keseriusan. Teman-teman sekalian saya ingin sampaikan saya tidak pernah bermain terhadap penyimpangan anggota. Terhadap AKBP AH sedang diproses pidana umum Pasal 304 dan 5556 KUHPidana. Sehingga hari ini sudah ditetapkan tersangka kepada yang bersangkutan,” ungkapnya.

Sementara itu, Kabid Propam Polda Sumut, Kombes Pol Dudung menambahkan kalau yang membeberatkan AKBP Achiruddin Hasibuan pernah melakukan 4 kali pelanggaran disipli. “Itu yang memberatkan, sehingga kami melakukan PTDH kepada yang bersangkutan,” pungkasnya.

Langgar Etik

Majelis sidang kode etik menjatuhkan sanksi pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada AKBP Achiruddin. Achiruddin terbukti melanggar kode etik Polri karena membiarkan anaknya melakukan penganiayaan.

“Bahwa Perbuatan saudara AH melanggar etika kepribadian yang pertama, kedua etika kelembagaan, dan etika kemasyarakatan. Tiga etika itu dilanggar, sehingga majelis kode etik memutuskan saudara AH untuk dilakukan pemberhentian dengan tidak hormat,” kata Kapolda Sumut, Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak kepada wartawan, Selasa (2/5/2023) malam.

“Berdasarkan apa yang didengar Majelis sidang kode etik, tadi sudah diputuskan terkait dengan perilaku saudara AH yang ada pada saat kejadian tersebut, di mana dia sebagai anggota Polri yang tidak sepantasnya dan tidak seharusnya membiarkan kejadian itu ada di depan matanya,” kata Panca.

“Dia seharusnya harus bisa menyelesaikan dan mampu melerai kejadian tersebut. Namun, fakta dari hasil sidang, majelis etik melihat tidak dilakukan yang seharusnya dan sepantasnya dilakukan,” sambungnya.

Panca turut menjelaskan hal yang memberatkan sehingga majelis kode etik memutuskan untuk memecat AKBP Achiruddin. Panca menyebut karena Achiruddin telah membiarkan penganiayaan itu terjadi meski dirinya berada di lokasi.

“Tentu di sana ada dasar yang memberatkan, sebagai seorang anggota polri, tidak selayaknya dia membiarkan kejadian itu terjadi, itu yang utamanya. Kedua, juga ada beberapa pelanggaran hukum, disiplin, kode etik yang sudah pernah diproses terlebih dahulu oleh yang bersangkutan. Ada lima sebelumnya, karena aturan di polri itu tiga saja pelanggaran kode etik, maka dilakukan PTDH,” jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Panca juga menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga dari Ken Admiral, korban penganiayaan anak AKBP Achiruddin. Panca meminta maaf karena ulah anggotanya, Achiruddin.

“Tadi saya ketemu keluarga Ken, ibu dan bapak Ken, saya sampaikan permohonan maaf saya kepada ibu dan bapak serta keluarga Ken terkait dengan perilaku anggota saya yang tidak sepantasnya dan tidak sewajarnya,” kata Panca.

Selain dipecat, Achiruddin juga menjadi tersangka dalam kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya. Achiruddin menjadi tersangka karena membiarkan penganiayaan itu terjadi.

“Hari ini juga sudah dilakukan penetapan tersangka terhadap yang bersangkutan (AKBP Achiruddin),” ujar Kapolda Sumut.

Panca menyebut AKBP Achiruddin telah membiarkan penganiayaan itu terjadi meski dirinya berada di lokasi. Dalam kasus itu, Achiruddin dijerat Pasal 305, Pasal 55 dan Pasal 56 KUHPidana.

“Pidana umum pasal 304, 55 dan 56 KUHP, karena keberadaanya pada saat kejadian tersebut turut serta melakukan atau pun tidak atau membiarkan orang yang seharusnya ditolong pada saat itu,” jelasnya.(R2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *