Dairi (CN) Pernah mengalami kegagalan dalam bertani dan berniat untuk menebang seluruh pohon kopi miliknya, kini Saut Sigalingging berhasil menerapakan metode baru dalam bertani kopi.
Metode baru tersebut diperoleh dari hasil pelatihan pihak ketiga yang bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Dairi.
Saut Sigalingging, petani kopi yang berasal dari Desa Bangun, saat ditemui wartawan di demonstration plot (demplot) kopi, Desa Bangun, Kecamatan Parbuluan, Senin (10/4/2023), menyampaikan banyak terjadi kekeliruan di kalangan petani, terutama dalam hal pemupukan dan pembasmian gulma.
“Selama inikan, kita kalau beli pupuk atau racun pasti cari yang paling mahal. Prinsip kita, semakin mahal harganya, semakin bagus kualitasnya untuk membasmi gulma. Ternyata itu salah, yang ada kualitas tanaman kita tidak bagus dan tanah juga tercemar,” kata Saut.
Lebih lanjut Saut menjelaskan, untuk mengatasi gulma ia telah menggunakan weedmat yang merupakan penutup tanah dan berfungsi untuk mengendalikan pertumbuhan rumput liar sehingga mengurangi penggunaan pestisida kimia berbahaya.
“Mereka menganjurkan untuk meningkatkan kualitas kopi sehingga tidak diperkenankan menggunakan racun pembasmi rumput, karena ada zatnya yang tidak bagus untuk dikonsumsi,” kata suami dari Norsayan Naibaho tersebut.
Selain mengatasi gulma, kata Saut, ia juga diedukasi tentang pemupukan yang benar. Kini ia menggunakan kapur pertanian (kaptan), pupuk HCl, dan urea. Jenis pupuk yang digunakan berbeda dengan yang biasa dipakai dan dosis yang lebih sedikit.
“Tidak sampai satu ons pupuk per pohon kopinya. Biasanya pakai pupuk subsidi. Terus cara pakainya banyak-banyak, bisa sampai dua genggam tangan per pohon.
Sampai-sampai pupuknya bisa diambil orang lagi dari batang pohonnya, karena terlalu banyak,” katanya.
Selanjutnya dia juga menceritakan perubahan yang dialami setelah mengikuti metode yang diajarkan. Tanaman kopi yang dulunya jarang berbuah dan gersang telah tumbuh menjadi pohon yang sehat, berdaun segar, dan sudah memiliki banyak buah.
“Kopi ini sudah tiga kali berbunga, biasanya dua kali. Padahal masih pertama kali pemupukan tanggal enam bulan satu kemarin.
Kemungkinan pemupukan akan dilakukan sekali tiga bulan. Semoga hasilnya berlimpah, karena ini sudah banyak berbuah. Sebelumnya tidak pernah seperti ini,” ujar ayah dari empat anak ini.
Merasa senang dengan hasil yang didapatkan, kini Saut aktif mengajak teman-teman petani lainnya untuk menerapkan metode yang sama.
“Saya sudah kumpulkan teman-teman petani yang ada di desa ini, ada sekitar 27 orang yang berkumpul di rumah kita. Saya relakan waktu untuk mengumpulkan mereka, saya ajak door to door. Karena hasilnya sangat menjanjikan,” kata Saut. (rel)